{{ date }}
{{ time }}
Sudah SHOLAT kah Anda?

Merasa Kentut Dalam Perut Batalkah Wudhu dan Sholat?

Suara Dalam Perut Batalkah Wudhu dan Sholat

Terkadang kita pernah merasakan was-was saat dalam beribadah, seperti halnya kita pernah merasakan ada sesuatu yang keluar dari dubur, apakah benar telah mengeluarkan angin (kentut) ataukah bukan.

Sebelum membahas tentang status wudhu dan shalatnya orang yang waswas soal kentut, patut kita pahami terlebih dahulu perbedaan antara waswas dan syak (ragu-ragu). Sebab perbedaan di antara kedua istilah ini dalam disiplin fiqih cukup signifikan, namun seringkali banyak orang yang masih salah paham dan menyamakan terhadap kedua istilah tersebut.

Suara Dalam Perut Batalkah Wudhu dan Sholat?
Suara Dalam Perut Batalkah Wudhu dan Sholat?

Perbedaan di antara keduanya misalnya dijelaskan dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin:

ـ (مسألة : ب) : الفرق بين الشك والوسوسة أن الشك هو التردد في الوقوع وعدمه ، وهو اعتقاد أن يتقاوم تساويهما ، لا مزية لأحدهما على الآخر ، فإن رجح أحدهما لرجحان المحكوم به على نقيضه فهو الظن وضده الوهم. وأما الوسوسة فهي : حديث النفس والشيطان لا تنبني على أصل ، بخلاف الشك فينبني عليه

“Perbedaan antara syak dan waswas bahwa syak adalah ragu-ragu dalam terjadi dan tidaknya sebuah hal. Syak juga merupakan meyakini keseimbangan di antara kedua hal tersebut (terjadi dan tidak terjadi) tanpa adanya keunggulangan pada salah satunya. Jika salah satunya unggul karena unggulnya hal yang dihukumi atas kebalikannya maka disebut dzan (dugaan kuat), sedangkan kebalikannya disebut wahm (dugaan lemah). Sedangkan waswas adalah bisikan hati dan syaitan yang tidak berdasar pada tendensi. Berbeda halnya dengan syak yang berdasar pada tendensi.” (Abdurrahman bin Muhammadbin Husein Ba’lawi, Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 10)

Dari referensi di atas dapat dipahami bahwa derajat waswas ada di bawah syak. Sebab terjadinya syak berpijak pada suatu tendensi, sedangkan waswas hanya sebatas bisikan hati yang tidak berdasar pada tendensi apa pun. Sehingga dalam banyak permasalahan pada shalat, orang yang waswas pada suatu hal (batalnya shalat) sama sekali tidak dipertimbangkan, sedangkan ketika seseorang syak pada sebagian permasalahan dijadikan pertimbangan. Misalnya seperti dalam kasus taraddud (ragu-ragu) pada niat keluar dari shalat yang membedakan antara syak dan waswas, seperti yang dikutip dalam Kifayah al-Akhyar:

وليس من الشك عروض التردد بالبال كما يجري للموسوس فإنه قد يعرض بالذهن تصور الشك وما يترتب عليه فهذا لا يبطل

“Tidak termasuk kategori syak datangnya rasa ragu-ragu (membatalkan shalat) dalam hati seperti halnya yang terjadi pada orang yang waswas, sebab terkadang terjadi pada orang yang waswas munculnya gambaran ragu-ragu dalam hati dan hal yang diakibatkan dari keraguan itu, maka hal demikian tidak membatalkan shalat” (Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Huseini, Kifayah al-Akhyar, hal. 181)

Sehingga ketika pemahaman di atas ditarik dalam permasalahan seseorang yang waswas antara kentut atau tidak ketika shalat, maka hal tersebut bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan. shalatnya tetap dihukumi sah dan wajib untuk melanjutkan sampai selesai dengan tanpa mempertimbangkan waswas yang muncul tanpa berdasarkan tendensi yang jelas. Sebab waswas tersebut hanyalah pembujuk dari syaitan yang mengganggu ibadah shalat yang sedang dilakukan olehnya, hal ini seperti yang dijelaskan dalam hadits:

يَأْتِي أَحَدَكُمُ الشَّيْطَانُ فِي صَلَاتِهِ فَيَنْفُخُ فِي مَقْعَدَتِهِ فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ أَحْدَثَ وَلَمْ يُحْدِثْ فَإِذَا وَجَدَ ذَلِكَ فَلَا يَنْصَرِفُ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا

“Syaitan akan datang pada shalat kalian, lalu ia meniup anus kalian hingga seolah-olah kalian berhadats padahal kalian tidak berhadats. Maka ketika kalian menemukan kejadian demikian, janganlah berpaling (membatalkan shalat) sampai kalian mendengar suara atau mencium bau.” (HR Bazzar)

Dalam hadits di atas secara tegas dijelaskan bahwa selama tidak ada tendensi yang jelas, seperti mendengar suara kentut atau mencium bau kentut, maka keragu-raguannya (syak) tidak dipertimbangkan. Jika ragu-ragu (syak) pada kentut saja tidak berpengaruh dalam keabsahan shalatnya, apalagi ketika ia waswas antara kentut atau tidak, maka jelas hal tersebut sangat tidak berpengaruh dalam keabsahan shalatnya.

Namun mendengar suara kentut dan mencium bau kentut dalam hadits di atas bukanlah suatu syarat paten (qayyid) dalam menentukan batalnya shalat seseorang, sebab yang menjadi pijakan adalah yakinnya seseorang atas keluarnya sesuatu pada duburnya, meskipun ia tidak mendengar suara kentut ataupun mencium bau kentut, misalnya seperti dia merasakan sendiri keluarnya kentut dari duburnya tanpa mendengar suara dan mencium bau kentut. Penakwilan makna hadits di atas secara tegas dijelaskan dalam kitab Bujairami ala al-Khatib:

والمراد العلم بخروجه لا سمعه ولا شمه ، وليس المراد حصر الناقض في الصوت والريح بل نفي وجوب الوضوء بالشك في خروج الريح

“Yang dimaksud dengan hadits di atas adalah mengetahui (yakin) keluarnya kentut, bukan yang dimaksud adalah mendengar suara kentut dan juga bukan mencium bau kentut. Dan yang dimaksud bukanlah meringkas batalnya wudhu hanya terbatas pada suara dan bau, tetapi menafikan wajibnya wudhu sebab ragu-ragu (syak) dalam keluarnya angin” (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasyiyah al-Bujairami ala al-Khatib, juz. 2, hal. 180)

Dengan begitu, selama sesorang yakin dalam kesucian dirinya dari hadats karena telah melakukan wudhu, maka waswas atau ragu-ragu dalam batalnya wudhu tidak dipertimbangkan, baik itu terjadi ketika sedang shalat ataupun di luar shalat. Seperti yang dijelaskan dalam kitab Dalil al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj:

ومن تيقن الطهارة وشك في الحدث بنى على يقين الطهارة سواء كان في الصلاة أو خارجاً عنها

“Seseorang yang yakin dalam keadaan suci lalu ia ragu-ragu dalam wujudnya hadats maka dia dianggap tetap suci, baik hal tersebut terjadi pada saat shalat ataupun di luar shalat” (Syekh Abu Abdurrahman Rajab Nuri, Dalil al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj, juz 1, hal. 38)

Dalam beribadah kita dianjurkan untuk yakin dengan apa yang kita lakukan. Dengan adanya rasa yakin dengan apa yang kita lakukan bisa menghilangkan keragu-raguan yang bisa menyebabkan batalnya ibadah yang kita lakukan. Sebagaimana keterangan dalam hadis Nabi Muhammad Shallallahu ‘alahi wassalam yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim.

عن عبد الله بن زيد قال أنه شكا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم الرجل الذي يخيل إليه أنه يجد الشيء في الصلاة؟ فقال: «لا ينفتل – أو لا ينصرف – حتى يسمع صوتا أو يجد ريحا» . (متفق عليه)

“Diriwayatkan oleh Abdullah bin Yazid berkata: bahwa ada seorang yang mengadukan keraguannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bahwa dirinya seolah-olah mengeluarkan sesuatu (kentut) ketika shalat. Beliau (Rasulullah) bersabda: “tidak perlu membatalkan shalatnya sehingga dia mendengarkan suara atau mencium bau.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim)

Dari hadis di atas melahirkan kaidah fikih yang biasa disebut oleh para Ulama

اليقين لا يزول بالشك

“Yang yakin tidak bisa dihilangkan dengan ragu-ragu.”

Imam Al Qorofi dalam kitab Al Furuq mengatakan, “Kaedah ini telah disepakati oleh para ulama. Maksudnya adalah setiap ragu-ragu dijadikan seperti sesuatu yang tidak ada yang dipastikan tidak adanya.”

Abu Daud berkata, “Aku pernah mendengar Imam Ahmad ditanya oleh seseorang yang ragu mengenai wudhunya. Imam Ahmad lantas berkata, jika ia berwuhdhu, maka ia tetap dianggap dalam kondisi berwudhu sampai ia yakin berhadats. Jika ia berhadats, maka ia tetap dianggap dalam kondisi berhadats sampai ia berwudhu.” Lihat Masail Al Imam Ahmad, hal. 12.

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

كُلُّ احْتِمَالٍ لَا يَسْتَنِدُ إلَى أَمَارَةٍ شَرْعِيَّةٍ لَمْ يُلْتَفَتْ إلَيْهِ

“Setiap yang masih mengandung sangkaan (keraguan) yang tidak ada patokan syar’i sebagai pegangan, maka tidak perlu diperhatikan.” (Majmu’ Al Fatawa, 21: 56)

Setiap sangkaan yang mengandung keyakinan maka tidak bisa dibatalkan dengan sangkaan yang ragu-ragu. Dan dalam hadis tersebut jawaban Rasulullah atas pertanyaan seorang pemuda, yang mengandung penjelasan supaya seorang pemuda itu yakin, apakah telah mendengarkan suara (kentut) atau sudah mencium baunya.

Jika menyandarkan hadis di atas untuk kasus suara angin tersebut tidak keluar dan hanya seperti bunyi-bunyi di sekitar perut dan pinggang. Maka hal seperti itu tidak membatalkan wudhu dan tidak perlu mengqodhonya, selama belum sampai keluar. Sebagaimana pula dituturkan oleh Imam Nawawi (W 676 H) di kitab al-Majmu syarh al-Muhaddabjilid 2 hal 4.

أَمَّا حُكْمُ الْمَسْأَلَةِ فَالْخَارِجُ مِنْ قُبُلِ الرَّجُلِ أَوْ الْمَرْأَةِ أَوْ دُبُرِهِمَا يَنْقُضُ الْوُضُوءَ سَوَاءٌ كَانَ غَائِطًا أَوْ بَوْلًا أَوْ رِيحًا أَوْ دُودًا أَوْ قَيْحًا أَوْ دَمًا أَوْ حَصَاةً أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ وَلَا فَرْقَ فِي ذَلِكَ بَيْنَ النَّادِرِ وَالْمُعْتَادِ وَلَا فَرْقَ فِي خُرُوجِ الرِّيحِ بَيْنَ قُبُلِ الْمَرْأَةِ وَالرَّجُلِ وَدُبُرِهِمَا نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ فِي الْأُمِّ وَاتَّفَقَ عَلَيْهِ الْأَصْحَابُ

“Adapun hukum untuk permasalahan ini, sesuatu yang keluar dari qubul (bagian depan) atau dubur (bagian belakang) baik laki-laki maupun perempuan dapat membatalkan wudhu, sama saja berupa kotoran, kencing, angin, belatung, nanah, darah, batu (kencing batu), atau lainnya. Dan tidak ada perbedaan dalam antara sesuatu yang jarang atau yang terbiasa, tidak berbeda juga keluarnya angin antara qubul perempuan atau laki-laki dan kedua duburnya. Imam Syafi’i telah menetapkannya dalam kitab al-Umm dan para ulama mazhab syafi’i.”

Dengan demikian, sesuai dengan pemaparan di atas. Kita dapat simpulkan bahwa wudhu dan shalatnya tidak batal karena angin tersebut tidak keluar dari kemaluan baik dubur maupun qubul. Namun, jika sebaliknya maka membatalkan wudhu dan shalat.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda.

Info! Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: Merasa Kentut Dalam Perut Batalkah Wudhu dan Sholat?, jangan lupa + IKUTI website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat. Simak artikel kami lainnya di Google News.
Artikel Terkait

Tentang penulis

Khasun
Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, akan tetapi yang paling utama adalah seberapa besar kita memberi ma…

Posting Komentar

Tinggalkan komentar sesuai topik artikel, Ceklist Beri Tahu Saya untuk mendapatkan notifikasi via email ketika komentar kalian di balas.